27 Jun 2016

ASAL USUL BURUNG CENDRAWASIH Cerita dari Papua Barat

ASAL USUL BURUNG CENDRAWASIH
Cerita dari Papua Barat





ASAL USUL BURUNG CENDRAWASIH Cerita dari Papua Barat




Pada jaman dahulu, di pegunungan Fakfak, Papua Barat, hiduplah seorang perempuan tua dan anjing betinanya. Suatu hari mereka mencari makanan di hutan di dekat rumah mereka. Mereka sudah berjalan cukup jauh ke dalam hutan, tetapi tidak menemukan tanaman yang dapat dimakan.

Anjingnya berhenti di depan sebuah pohon buah merah. Perempuan itu mengikuti anjingnya dan berhenti juga. Dia berpikir-pikir apakah buahnya enak dimakan. Bagaikan mengerti pikiran pemiliknya, anjing itu makan sebuah. Tiba-tiba perut anjing itu membesar seperti sedang hamil. Ajaibnya, tidak lama kemudian, anjing itu melahirkan anak-anak anjing.

“Wah, jika aku memakan buah merah itu, mungkin aku juga dapat memiliki seorang anak,” gumam perempuan tua itu.

Ia memetik buah merah dan memakannya. Hal yang sama terjadi padanya. Perutnya membesar. Perempuan tua itu bergegas pulang dan melahirkan seorang bayi lelaki yang sehat. Ia menamakan putranya Kweiya.

Beberapa tahun berlalu. Kweiya tumbuh menjadi anak lelaki yang tampan dan berbakti kepada ibunya. Setiap hari ia menebang pohon. Namun, karena ia menggunakan kapak batu yang tumpul, Kweiya hanya dapat menebang satu pohon setiap harinya. Sementara itu, ibunya membakar dedaunan dari pohon yang tumbang.

Asap dari daun-daun yang dibakar itu menarik perhatian seorang lelaki tua yang memancing di sungai seberang. Ia bertanya-tanya dari mana datangnya asap itu. Ia pun mengikuti asap dan melihat Kweiya menebang pohon dengan susah payah.

“Halo, Nak. Sepertinya kamu kesulitan menebang pohon itu,” sapa lelaki tua itu.

“Halo, Pak. Iya, sulit sekali menebang pohon ini. Aku hanya dapat membuat goresan kecil setiap kali aku menebang,” jawab Kweiya.

“Itu karena kamu menggunakan kapak batu yang tumpul. Kamu harus menggunakan kapak besi.”

“Aku tidak punya kapak besi, Pak.”

Lelaki tua itu merasa kasihan pada Kweiya. Ia meminjamkan kapak besinya kepada Kweiya dan membantu mengasah kapak batunya. Kweiya mencoba kapak besi dengan senang hati. Sekarang ia menebang pohon dengan mudah dan cepat. Ibunya sedang beristirahat di dekat rumah dan melihat lebih banyak pohon yang tumbang. Ia bangkit berdiri untuk melihat bagaimana cara Kweiya bekerja lebih cepat, tetapi tiba-tiba Kweiya sudah berdiri di hadapannya.

“Ibu!”

“Kweiya, bagaimana kamu bisa memotong pohon lebih cepat daripada sebelumnya?” tanya ibunya.

Kweiya ingin merahasiakan kedatangan lelaki tua itu, jadi ia berbohong. “Aku sedang merasa kuat dan senang hari ini, Bu. Makanya tanganku jadi lebih kuat dan aku bekerja lebih cepat daripada kemarin.”

Perempuan tua itu mengangguk. Kweiya melanjutkan, “Bu, tolong masakkan makanan lezat lebih banyak. Aku ingin berpesta hari ini.”

Ibunya setuju saja. Kweiya kembali bekerja di hutan. Ketika ia selesai, ia mengundang lelaki tua itu ke rumahnya. Ibunya terkejut melihat lelaki tua itu.

“Ibu, tadi aku berbohong. Aku bukan merasa lebih kuat hari ini. Bapak ini membantuku menebang pohon lebih cepat. Ia mengajariku cara mengasah kapak dan meminjamkan kapak besinya kepadaku,” ujar Kweiya. “Kumohon Ibu menikah dengannya dan berbahagia.”

Ibunya setuju. Mereka menikah. Beberapa tahun kemudian keluarga kecil mereka bertambah dua anak lelaki dan satu anak perempuan lagi. Lelaki tua dan perempuan tua itu memperlakukan Kweiya sebagai anak sulung mereka.

Akan tetapi, adik-adik lelaki Kweiya membencinya karena mereka menganggap ibu mereka paling menyayangi Kweiya. Setiap kali ibu dan ayah mereka pergi dari rumah, mereka akan bertengkar dan memukulinya sampai Kweiya terluka. Kweiya tidak mau membalas dendam, jadi ia bersembunyi di kandang ternak dan mengunci pintunya. Di dalam kandang, ia merajut benang untuk membuat sayap supaya dia bisa terbang ketika adik-adiknya melawannya.

Ketika perempuan tua itu pulang ke rumah, ia heran karena tidak melihat Kweiya. Ia memanggil-manggil Kweiya tetapi tidak ada jawaban. Anak-anak lelakinya tidak berani menatapnya. Anak perempuannya yang bungsu memberitahu ibunya mengenai perkelahian kakak-kakaknya dengan Kweiya sehingga Kweiya bersembunyi di kandang.

Perempuan tua itu berlari ke kandang.

“Kweiya! Kweiya! Apakah kamu baik-baik saja, Nak?” panggilnya.

Betapa terkejut dan sedihnya dia ketika yang menjawab bukanlah Kweiya, tetapi suara hewan. “Eek, eek, eek, eek!”

Perempuan tua itu menangis. “Maafkan Ibu, Kweiya. Seharusnya aku melindungimu! Ibu mohon, bukakan pintunya.”

Pintu kandang terbuka. Seekor burung indah dengan ekor kuning dan bulu warna-warni keluar. Ia memberi tanda bahwa masih ada sepasang sayap lagi di pojok kandang. Perempuan tua itu mengambilnya dan berubah menjadi burung betina. Mereka hinggap di pohon dekat rumah sebelum terbang ke hutan.

Lelaki tua itu sangat murka terhadap anak-anak lelakinya. Mereka sangat ketakutan karena ibu dan kakak mereka berubah menjadi burung. Mereka pun saling menyalahkan dan melempar abu. Tiba-tiba mereka berubah menjadi burung juga. Seekor burung memiliki bulu merah, dan burung lainnya memiliki bulu abu-abu dan hitam. Mereka terbang ke hutan, mengikuti ibu dan kakak mereka, bagaikan meminta maaf untuk perbuatan mereka.

Trivia:

Burung cendrawasih adalah burung asli Papua yang sekarang sudah termasuk hewan langka. Cendrawasih adalah maskot provinsi Papua. 
Cendrawasih yang berbulu indah adalah cendrawasih jantan untuk menarik burung betina. 
Buah merah itu adalah sejenis tanaman pandan. Pandan adalah bahan yang sering digunakan untuk membuat kue karena harum.
Share:

0 Comant: